RECEH BISA MENJADI AMALAN YANG BUKAN RECEHAN

Pagi itu di sebuah Mini Market tanggal 28 Februari 2022, ada dialog menarik antara Mba Kasir dengan pelanggan didepannya. “Wah, jam 10an sudah dapat 300ribu ya, Bang….”, Sang pelanggan rupanya sedang menukarkan recehan yang didominasi pecahan kertas 2000 dan koin seribuan.

Bila diperhatikan baik-baik dialog diatas, sang pelanggan adalah ‘Pak Ogah’ yang biasa mangkal di Gerbang komplek kami. Rupanya dia giliran shift pagi, mulai jam 6 pagi sampai 12 siang. Ada 2 shift lagi tiap harinya.

Bukan tentang bisnis ‘Pak Ogah’ yang ingin penulis bahas, tapi tentang kekuatan uang recehan yang bila terkumpul, bisa menjadi besaran yang menggiurkan. Pecahan 1000an, 2000an, bisa diubah menjadi lembaran seratus ribuan!

Inspirasi inilah yang ditangkap teman-teman di Masjid Al-Ihsan di Komplek kami, Perumahan Permata Depok. Recehan yang dikumpulkan dari sebanyak mungkin orang. Program ini diberi nama: Kencleng wakaf. Kencleng merujuk pada wadah yang digunakan. Wakaf, karena receh yang terkumpul akan menjadi amalan wakaf dari pengumpulnya.

Menarik, bukan?

Wakaf yang biasanya diidentikan dengan sesuatu yang nilainya besar, ternyata dapat dilakukan, bahkan, dengan recehan saja. Ini memberikan peluang untuk semua orang dari berbagai kelas social.

Untuk Anda yang pendapatannya besar, biasanya punya banyak recehan. Entah kembalian dari minimarket, kembalian parkir, kembalian jajan, dsb. Untuk Anda yang pendapatnya kecil, recehan mungkin diperoleh dari aktifitas yang sama, walaupun jumlahnya lebih sedikit. Tapi, hampir semua orang punya kalau recehan, sih…

kencleng wakaf
kencleng wakaf masjid al-ihsan permata depok

Dimana tantangannya?

Melakukan sesuatu yang kecil dengan konsisten dalam jangka waktu yang lama, adalah tantangan yang tidak ringan. Berat sekali, bahkan!

Coba saja konsisten menjaga wudlu. Tiap Anda buang angin, segera wudlu; buang air kecil atau besar, segera wudlu. Kita tahu,menjaga wudhu adalah salah satu sunnah yang dicintai Rasulullah SAW. Kita juga tahu, wudhu menjaga kita dari mencegah bakteri hingga mencerahkan wajah. Dalam suatu kesempatan, Walikota  Depok, KH Idris Abdul Somad pernah berkata, “Untuk menangkal virus sebenarnya umat Islam sudah biasa menangkal nya, yaitu dengan kita berwudhu, dengan kita memelihara wudhu itu penangkalan virus-virus apa saja.” (Lihat selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-4926741/manfaat-wudhu-cegah-bakteri-hingga-cerahkan-wajah.)

Setiap muslim pasti tahu caranya ber-wudhu. Tapi, konsisten menjaganya…tidaklah mudah.

Tidak heran, dalam salah satu hadits-nya, Rasulullah SAW pernah menyampaikan: “Amalan yang paling dicintai Allah SWT yaitu yang dikerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit,”  hadits riwayat Ahmad dan Muslim.

Tidak mungkin sesuatu yang mudah, pasti sulit. Karena sulit, mungkin hanya sedikit orang yang sanggup melakukannya. Tapi, rasanya sepadan, bila itu untuk meraih kecintaan Allah. Tidak ada yang lebih sepadan dari itu.

Segera ambil celengan atau wadah bekas apa saja yang bisa digunakan untuk menampung recehan kita. Isi terus hingga tidak bisa diisi lagi, segera serahkan ke masjid dekat tempat tinggal Anda, dan niatkan wakaf.

Di Masjid Al Ihsan komplek kami, panitia wakaf sudah memfasilitasi program ini dengan menyediakan kencleng khusus. Tinggal minta dan serahkan kembali bila sudah penuh. Ada juga yang pendistribusian dan pengumpulannya dibantu oleh relawan Masjid. Bisa dijadwalkan teratur.

Mudah-mudahan kita sanggup meraih kecintaan Allah dengan cukup menyisihkan recehan yang sudah kita punya dan konsisten melaksanakannya terus-menerus. Insya Allah!

Abu Faris

Praktisi Media Sosial

Wakaf: Sekali Donasi Setelah itu Abadi

Utsman Bin Affan membeli sumur Milyaran Rupiah dan diwakafkan untuk kaum muslimin. Wakaf yang sudah berlangsung lebih dari 14 abad lalu itu, kabarnya masih termanfaatkan bahkan semakin berkembang hingga sekarang. Betulkah?

Sumur ini dibeli Utsman r.a. dari seorang sahabat yang bernama Raumah al-Ghifari seharga 35 ribu dirham atau setara Rp. 2.2 Milyar saat ini. Ya! Anda tidak salah baca, wakaf Sahabat Utsman bin Affan r.a. adalah Rp. 2,2 Milyar, sumur ini pun lantas diwakafkan untuk umum.  Setelah lewat hampir kurang lebih 1.400 tahun, sumur ini ternyata masih bertahan. Kondisinya masih seperti sedia kala dan masih mengeluarkan air. Sumur ini sekarang dimanfaatkan Kementerian Pertanian Arab Saudi untuk mengairi perkebunan di sekitarnya (https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/17/06/06/or4kwe320-begini-penampakan-sumur-wakaf-utsman-bin-affan)

Sumber lain menyebutkan, sumur yang dibeli Utsman r.a. adalah milik yahudi, yang dengan kepintaran Utsman sebagai pebisnis, akhirnya menjadi milik kaum muslimin. Sumur ini sekarang dikelilingi kebun kurma. Kurmanya diekspor ke berbagai negara di dunia, hasilnya diberikan untuk yatim piatu, dan pendidikan. Sebagian dikembangkan menjadi hotel dan proyek proyek lainnya, sebagian lagi dimasukkan kembali kepada sebuah rekening tertua di dunia atas nama Utsman bin Affan. Hasil pengelolaan kebun kurma dan grupnya itu, hingga saat ini menghasilkan pemasukan 50 juta Riyal per tahun (atau setara 200 miliar per tahun) (https://www.panggilandarisurau.co/kisah-sumur-yahudi-dibeli-utsman-bin-affan-airnya-tiada-henti-mengalir-hingga-kini/).

Keutamaan wakaf adalah adanya sebuah visi besar yang bernama Shadaqatun Jariyah, sedekah berkelanjutan.  Sebuah shadaqah yang tidak pernah berhenti, bahkan pada saat pewakaf-nya sudah meninggal. Inilah salah satu contoh berdonasi yang cerdas.

Sekarang, mari kita lihat seperti apa profile orang-orang baik (donatur)  di Indonesia dalam menunaikan donasinya?

Marketing & Partenrship Manager Kitabisa.com Siti Desiree Nashifa: “Kampanye sosial seperti bantuan pengobatan, santunan kemalangan, dana pendidikan, dan pembangunan fasilitas umum merupakan salah satu jenis kampanye yang banyak dibuat dan paling diminati (http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2017/11/23/kitabisacom-berhasil-kumpulkan-donasi-hingga-rp-176-miliar-414376)”. Kitabisa.com mencatat bahwa kampanye untuk membantu keluarga / teman yang sakit adalah yang paling populer, yaitu 24% dari total seluruh donasi, diikuti oleh isu kemanusiaan (16%), dan Rumah Ibadah (10%).

Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT), kita bisa menemukan fakta menarik: dari situs web resminya (https://act.id/program), sebanyak 14 program kemanusiaan unggulan, hanya 1 program saja yang mengajak program wakaf.  Bantuan kemanusiaan seperti bencana alam, bencana kemanusiaan, bantuan pembiayaan pengobatan, pemberian makanan gratis,dan sejenisnya mendominasi program kegiatan ACT.  Program resmi ini tentu saja ditopang juga dengan berbagai strategi komunikasi dan pemasaran di berbagai saluran, termasuk beriklan didalamnya. Sesuai era sekarang sebagai era digital, maka strategi mirip kegiatan Internet Marketing juga niscaya sudah dijalankan.

Dominasi jenis program yang ditawarkan, tentu saja bersesuaian dengan profile donatur pada umumnya. Ini semakin mengkonfirmasi apa yang disampaikan kitabisa tadi.

Apakah langkah ini keliru? Tentu saja kita bisa berbeda pendapat. Di satu sisi, pihak yang memerlukan bantuan segera adalah nyata. Misalnya yang terkena bencana longsor, gizi buruk atau pengungsi karena bencana perang… itu semua memerlukan bantuan segera & instant.  Sementara di sisi lain, adanya rumor bahwa lembaga kemanusian seperti ‘mengharap’ kemalangan, tidak bisa diabaikan. Lebih-lebih donatur juga dengan gegap-gempita akan memberikan dukungan untuk program-program bencana sosial seperti ini. Sisi yang lainnya lagi adalah dari sudut pandang donatur.

Donatur adalah orang-orang baik yang dengan keikhlasannya berkontribusi untuk terlaksananya suatu program kemanusiaan.  Sebagian besar dalam bentuk uang , sebagian dalam bentuk barang. Sementara yang sampai menyediakan waktu, tenaga, pikiran,bahkan materi sekalian, biasanya disebut relawan./voluntere. Lembaga kemanusiaan adalah jangkar untuk penerima manfaat (sasaran program), donatur, relawan.  Posisi penting lembaga kemanusiaan adalah memaksimalkan manfaat untuk ketiga pihak  ini.

Penerima manfaat harus dipastikan menerima haknya. Relawan harus dibantu dan difasilitasi untuk memudahkan kegiatannya. Bagaimana dengan donatur? Donatur berkepentingan donasinya sampai dan termanfaatkan.  Bila donatur beragama, tentu mereka berkeyakinan apa yang didonasikannya akan menjadi amal baik sesuai ajaran agamanya.

Ada konsep menarik yang bisa ditawarkan kepada donatur untuk memaksimalkan manfaat donasinya, yaitu menggunakan donasinya untuk menjadi mesin penghasil amal  yang sustain/terus-menerus.  Di dalam ajaran Islam, karena penulis beragama Islam, model seperti itu disebut wakaf. Produknya disebut amal jariyah. Selama wakaf dipergunakan dan termanfaatkan, maka selama itu pula donatur akan menerima amal jariyah. Bahkan setelah sang donatur meninggal. Itulah yang terjadi pada  kisah wakaf sumur Utsman bin Affan di awal tulisan ini.

Bila diajukan pilihan kepada para donatur: Ingin mendapat amal hanya sekali manfaat atau mendapat manfaat berkali-kali bahkan bisa dalam jangka waktu yang lama? Secara akal sehat,  tentu orang akan memilih opsi kedua. Tapi mengapa pilihan kedua ini masih kurang populer?

Disinilah Pekerjaan rumah lembaga seperti panitia/badan wakaf, yaitu mengedukasi kesadaran berwakaf dan men-design berbagai model wakaf yang beragam dan menarik. Donatur yang sudah memiliki perusahaan memang bisa me-wakafkan sebagian saham perusahaannya. Wakaf jenis ini biasanya disebut wakaf saham atau surat berharga yang ditujukan untuk memaksimalkan perolehan deviden yang akan dioptimalkan untuk memberikan manfaat bagi umat. Pengelolaan wakaf saham atau surat berharga ditujukan untuk memaksimalkan perolehan deviden (bagi hasil)..

Wakaf harus di-design benar-benar hanya sekali donatur berkontribusi tapi mendapat manfaat terus-menerus.  Proyek pemberdayaan dalam bentuk mesin-mesin produksi atau barang modal, atau pembelian lahan untuk usaha pertanian, misalnya.

Barang modal yang dipakai untuk menghasilkan produk lalu produk ini menjadi penghasilan penerima manfaat, maka manfaat berulang mulai terjadi. Misalnya wakaf peralatan pembuatan susu kedelai dan tahu yang diberikan ke kelompok masyarakat dalam 1 grup kecil. Ada pembagian tugas, mulai yang belanja bahan, yang memproduksi, dan yang memasarkan. Bayangkan, sekian orang terlibat, dan setiap hari. Sungguh besar amal jariyah untuk wakif (pemberi wakaf) mesin susu & tahu ini.

Pertanyaan selanjutnya, biaya operasional lembaga dan modal kerja? Itu semua bisa menjadi komponen dalam paket wakaf. Diperlukan kegiatan training dan pendampingan juga, bukan?

Wakaf yang diterapkan di bidang industri kecil saja, akan memberikan dampak pemberdayaan yang luar biasa. Tidak menutup kemungkinan akan menumbuhkan kelas baru, masyarakat mandiri yang berkemampuan secara finansial. Kegiatan produktif ini dapat dirancang untuk menyisihkan sebagian hasilnya sebagai dana serbaguna untuk kegiatan sosial.

Semoga dengan inisiatif seperti ini, kita dapat berlaku adil kepada penerima manfaat, dan donatur/wakif. Mari kobarkan semangat berbagi, semangat memberdayakan umat. Itu juga semangat wakaf.

Ingat, umur manusia didunia ini hanya 1.5-2jam saja bila menggunakan jam akhirat (1hari akhirat=1.000 tahun dunia). Kita sangat memerlukan amalan yang pahalanya mengalir terus-menerus. Dan wakaf sebaiknya menjadi amalan andalan kita bersama.

Wallahu A’lam

Abu Faris

Praktisi Media Sosial, Permaculture Design Course Certified

Sumur Sayyidina Utsman (The Well of Utsman) yang masih mengalir hingga kini

Di Madinah, tidak terlalu jauh dari Masjid Nabawi, ada sebuah properti sebidang tanah dengan sumur yang tidak pernah kering sepanjang tahun. Sumur itu dikenal dengan nama Sumur Roumah karena dimiliki seorang Yahudi bernama Roumah.
Sang Yahudi menjual air kepada penduduk Madinah, dan setiap hari orang antri untuk membeli airnya. Di waktu-waktu tertentu sang Yahudi menaikkan harga air seenaknya, sehingga rakyat Madinah pun terpaksa harus membelinya. Karena hanya sumur inilah yang tidak pernah kering.

Melihat kenyataan ini, Rasulullah berkata, “kalau ada yang bisa membeli sumur ini, balasannya adalah Surga”. Seorang sahabat nabi bernama Utsman bin Affan mendekati sang Yahudi. Beliau menawarkan untuk membeli sumurnya.
Tentu saja Roumah sang Yahudi menolak. Ini adalah bisnisnya, dan ia mendapat banyak uang dari bisnis tersebut. Sayyidina Utsman bukan hanya pebisnis sukses yang kaya raya, tetapi ia juga negosiator ulung. Ia bilang kepada Roumah, “aku akan membeli setengah dari sumurmu dengan harga yang pantas, jadi kita bergantian menjual air, hari ini kamu, besok saya”.
Melalui negosiasi yang sangat ketat, akhirnya sang Yahudi mau menjual sumurnya senilai satu Juta Dirham dan memberikan hak pemasaran 50% kepada Utsman bin Affan. Apa yang terjadi setelahnya membuat sang Yahudi merasa ‘keki’. Ternyata Sayyidina Utsman menggratiskan air tersebut kepada semua penduduk Madinah.

Penduduk pun ambil air sepuas-puasnya sehingga keesokan harinya mereka tidak perlu lagi membeli air dari Roumah. Merasa kalah, sang Yahudi akhirnya menyerah, ia meminta Sayyidina Utsman untuk membeli semua kepemilikan sumur dan tanahnya. Tentu saja Sayyidina Utsman harus membayar lagi seharga yang telah disepakati sebelumnya. Hari ini, sumur tersebut dikenal dengan nama Sumur Utsman, atau The Well of Utsman. Tanah luas sekitar sumur tersebut menjadi sebuah kebun kurma yang diberi air dari sumur Utsman. Kurma tersebut dikelola oleh badan wakaf pemerintah Saudi sampai hari ini. Kurmanya diekspor ke berbagai negara di dunia, hasilnya diberikan untuk yatim piatu dan Pendidikan. Sebagian dikembangkan menjadi hotel dan proyek-proyek lainnya, sebagian dimasukkan kembali ke sebuah rekening tertua di dunia atas nama Utsman bin Affan.

Hasil kelola kebun kurma dan grupnya saat ini menghasilkan 50 Juta Riyal per tahun atau setara dengan Rp 200 Milyar per tahun/Rp 16 Milyar perbulan.Sang Yahudi tidak akan pernah menang. Kenapa? Karena visinya terlalu dangkal. Ia hanya hidup untuk masa kini, ketika ia masih di dunia. Sedangkan visi dari Sayyidina Utsman bin Affan jauh kedepan. Beliau berkorban untuk menolong manusia lain yang memerlukan, dan beliau menatap sebuah visi besar yang bernama Shodaqotun Jariyah, sedekah yang berkelanjutan, yang tidak pernah berhenti, bahkan pada saat manusia sudah mati.

Keterangan: sumur Utsman berada di barat laut Madinah Al-Munawwaroh dekat Wadi Al-Aqiq, sekitar 4 km dari Masjid Nabawi, atau sekitar 1 km dari Masjid Qiblatain.

Dari hikmah di atas..
Semoga Wakaf tanah Al Ihsan Permata Depok bisa menjadi wakaf produktif yang bisa dimanfaatkan untuk penduduk Permata Depok, Pondok Jaya dan Depok pada umumnya, serta untuk siapapun yang akan menerima manfaat dari tanah Wakaf Yayasan Al Ihsan seperti Sumur Sayyidina Utsman di atas.

waqf_the well of ustman
waqf_the well of ustman

Sumber : Ustad Budiyanto, SSi, ME

5 Keutamaan Wakaf menurut Al-Qur’an & Hadits

WAKAF tidak menghabiskan harta, justru mengekalkan harta dan menjadi jalan untuk meraih ridha dan ampunan-Nya, karena nilai manfaatnya tidak hanya dinikmati di dunia saja, tapi juga dipetik hingga di akhirat nanti.

Wakaf termasuk amal ibadah yang istimewa bagi kaum muslim, karena pahala amalan ini bukan hanya dipetik ketika pewakaf masih hidup, bahkan pahalanya juga tetap mengalir terus meskipun pewakaf telah meninggal dunia. Semakin banyak orang yang memanfaatkannya, maka semakin bertambah pula pahalanya

Wakaf tak hanya mendatangkan manfaat bagi pewakaf, tapi juga penerima wakaf. Karena saat kita melepas harta sebagai wakaf, maka bulir-bulir kebaikan dan manfaat akan lahir seiring pahala yang terus mengalir.

WAKAF MENAHAN ASALNYA DAN MENGALIRKAN HASILNYA

Wakaf berasal dari perkataan Arab “al-waqf” yang bermakna “al-habsu” (الْحَبْسُ) atau al-man’u (اَلْمَنْعُ) yang artinya menahan, berhenti, diam, mengekang atau menghalang. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu.

Adapun secara istilah syariat (terminologi), wakaf berarti menahan hak milik atas materi harta benda (al-‘ain) dari pewakaf, dengan tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) untuk kebajikan umat Islam, kepentingan agama dan atau kepada penerima wakaf yang telah ditentukan oleh pewakaf.

Dengan kata lain, wakaf menahan asalnya dan mengalirkan hasilnya. Orang yang berwakaf berarti melepas kepemilikan atas harta yang bermanfaat, dengan tidak mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada perorangan atau kelompok agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syariat.

Dengan cara ini, harta wakaf dapat dipergunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial demi kemaslahatan umat secara berkelanjutan tanpa menghilangkan harta asal: mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi mikro, sarana transportasi, tempat ibadah, sarana kegiatan dakwah dan sebagainya. Dengan wakaf nilai kekayaan kekal, manfaat dan kebaikannya akan terus bertambah.

Harta wakaf hanya berhak digunakan dan dimanfaatkan tanpa berhak memilikinya. Berbeda dengan zakat yang boleh dimiliki individu dan diperjualbelikan.

Muslim yang berwakaf bukan saja mendapatkan pahala saat memberikan wakaf, tetapi akan terus mendapat kucuran pahala selama benda yang diwakafkannya dimanfaatkan orang lain meskipun pewakaf tersebut sudah meninggal dunia.

PETUNJUK AL-QUR’AN DAN SUNNAH

Syariat wakaf merujuk kepada petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah sebagai berikut:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (Ali Imran 92).

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir tumbuh seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki, Dan Allah Maha Kuasa (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (Qs Al-Baqarah 261).

وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ

“…Dan apa saja harta yang baik yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)” (Al-Baqarah 272).

اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ

“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga (macam), yaitu: sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya” (HR Muslim).

Para ulama menafsirkan kalimat “shadaqah jariyah” dalam hadits ini sebagai wakaf. Imam Nawawi menyatakan bahwa hadits ini merupakan dalil keabsahan wakaf dan besarnya pahala waqaf. Menurutnya, yang dimaksud dengan sedekah jariyah adalah wakaf (Syarah Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 11/85).

KEISTIMEWAAN DAN KEUTAMAAN WAKAF

Bila dibandingkan dengan sedekah dan hibah, wakaf memiliki banyak keistimewaan, kelebihan dan keutamaan. Selain memiliki semua keutamaan sebagaimana sedekah dan hibah, wakaf memiliki keutamaan khusus dibandingkan dengan sedekah dan hibah, antara lain:

1. Bagi orang yang berwakaf (wakif), pahalanya akan terus mengalir sekalipun ia sudah meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga (macam), yaitu: sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya” (HR Muslim).

Dibandingkan sedekah dan hibah, manfaat waqaf jauh lebih panjang dan tidak terputus hingga generasi mendatang, tanpa mengurangi hak atau merugikan generasi sebelumnya, serta pahalanya yang terus mengalir dan berlipat, walau wakif (orang yang mewakafkan) telah meninggal dunia.

2. Harta benda yang diwakafkan tetap utuh terpelihara, terjamin kelangsungannya dan tidak bisa hilang atau berpindah tangan. Karena secara prinsip barang wakaf tidak boleh ditasarrufkan (dijual, dihibahkan, atau diwariskan).

3. Manfaatnya terus dirasakan oleh orang banyak, bahkan lintas generasi, karena kepemilikan harta wakaf tidak bisa dipindahkan. Materi yang diambil dan dinikmati oleh penerima wakaf adalah manfaat dari harta wakaf saja, sementara harta yang diwakafkan tetap utuh dan langgeng.

4. Setiap saat wakaf menebarkan kebaikan dan meringankan beban orang-orang yang membutuhkan bantuan seperti fakir miskin, anak yatim, janda, orang yang tidak punya pekerjaan, para pejuang di jalan Allah, pengajar, penuntut ilmu, dan lain sebagainya.

5. Wakaf akan terus memajukan dakwah, menghidupkan lembaga sosial keagamaan, mengembangkan potensi umat, menyejahterakan umat, memberantas kebodohan, memutus mata rantai kemiskinan, memupus kesenjangan sosial.

6. Balasannya adalah surga

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa (yaitu) orang -orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan kemarahannya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (Qs Ali Imran 133-134).

7. Dilipatgandakan hingga 700 kali lipat

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir tumbuh seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki, Dan Allah Maha Kuasa (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (Qs Al-Baqarah 261).

NABI DAN PARA SHAHABAT SEMANGAT BERWAKAF

Dalam catatan sejarah, pada tahun ketiga Hijriyah Rasulullah SAW mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah, di antaranya ialah kebun A’raf Shafiyah, Dalal, Barqah dan lain-lainnya.

Wakaf juga dilakukan oleh shahabat Umar bin Khatthab RA. Berbagai riwayat shahih mencatat bahwa Amirul Mukminin ini memiliki harta paling berharga berupa tanah di Khaibar. Karena semangat untuk menginfakkan harta yang paling disukai, ia menemui Rasulullah SAW untuk meminta pendapat tentang apa yang harus dilakukan dengan tanah tersebut. Rasulullah memberikan petunjuk agar mewakafkannya dengan mengatakan:

إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَقْتَ بِهَا

“Jika engkau mau, engkau tahan harta tersebut dan engkau sedekahkan hasilnya.”

فَتَصَدَّقَ عُمَرُ أَنَّهُ لاَ يُبَاعُ أَصْلُهَا وَلاَ يُوهَبُ وَلاَ يُورَثُفَتَصَدَّقَ بهَا عُمَرُ فِي الفُقَرَاءِ، وَفِي القُرْبَى، وَفِي الرِّقَابِ، وَفِي سَبيلِ اللهِ، وَابْنِ السَّبِيْلِ، وَالضَّيْفِ

“Maka Umar menyedekahkan tanah di Khaibar tersebut dengan syarat tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh diwarisi, lalu manfaatnya diperuntukkan kepada fakir miskin, kerabat, memerdekakan budak, jihad, musafir yang kehabisan bekal, dan menjamu tamu” (HR Bukhari-Muslim).

Setelah Umar berwakaf, disusul Abu Thalhah RA yang mewakafkan kebun Bairuha kesayangannya. Lalu disusul oleh shahabat Abu Bakar As-Shiddiq mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Mekkah.

Lalu diikuti wakaf para shahabat lainnya: Utsman RA menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib RA mewakafkan tanahnya yang subur; Mu’adz bin Jabal RA mewakafkan rumahnya yang populer dengan sebutan “Darul-Anshar”, kemudian disusul wakaf Anas bin Malik RA, Abdullah bin Umar RA, Zubair bin Awwam RA, dan Aisyah RA, dan seterusnya.

RUKUN WAKAF

Imam Nawawi dalam kitab Raudhatut- Thalibin menjelaskan bahwa rukun wakaf ada empat rukun yang harus dipenuhi dalam berwakaf:

1. Al-waqif (orang yang mewakafkan),
2. Al-mauquf (harta yang diwakafkan),
3. Al-mauquf ‘alaih (pihak yang dituju untuk menerima manfaat dari wakaf tersebut),
4. Shighah (lafaz ikrar wakaf dari orang yang mewakafkan).

…Muslim yang berwakaf tak hanya mendapatkan pahala saat menyerahkan wakaf, tapi akan terus mendapat kucuran pahala meskipun pewakaf tersebut sudah meninggal dunia…

SYARAT-SYARAT WAKAF

1. Syarat-syarat Orang yang Berwakaf (Al-Waqif):

a. Memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada siapa yang ia kehendaki.

b. Berakal. Tidak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.

c. Berusia balig dan bisa bertransaksi

d. Mampu bertindak secara hukum (rasyid).

2. Syarat-syarat Harta yang Diwakafkan (Al-Mauquf).

Harta yang diwakafkan itu sah dipindahmilikkan, apabila memenuhi beberapa persyaratan

a. Harta yang diwakafkan itu harus barang yang berharga.

b. Harta yang diwakafkan itu harus diketahui dan ditentukan bendanya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik tidak sah.

c. Harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Tidak boleh mewakafkan harta yang sedang dijadikan jaminan atau digadaikan kepada pihak lain.

d. Harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).

Adapun jenis benda yang diwakafkan ada tiga macam:

a. Wakaf benda tak bergerak (diam), seperti tanah, rumah, toko, dan semisalnya. Telah sepakat para ulama tentang disyariatkannya wakaf jenis ini.

b. Wakaf benda bergerak (bisa dipindah), seperti mobil, hewan, dan semisalnya. Termasuk dalil yang menunjukkan bolehnya wakaf jenis ini adalah hadits:

وَأَمَّا خَالِدٌ فَقَدْ احْتَبَسَ أَدْرَاعَهُ وَأَعْتُدَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Adapun Khalid maka dia telah mewakafkan baju besinya dan pedang (atau kuda)-nya di jalan Allah Ta’ala” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

c. Wakaf berupa uang.

3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih).

a. Penerima ditentukan pada pihak tertentu (mu’ayyan), yaitu jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah.

Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan lit-tamlik), maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf.

b. Penerima tidak ditentukan (ghaira mu’ayyan), maksudnya tujuan berwakaf tidak ditentukan secara terperinci, tapi secara global. Misalnya seseorang berwakaf untuk kesejahteraan umat Islam, orang fakir, miskin, tempat ibadah, dan lain sebagainya.

Karena wakaf hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja, maka syarat penerima wakaf itu haruslah orang yang dapat menjadikan wakaf itu untuk kemaslahatan yang mendekatkan diri kepada Allah.

4. Syarat-syarat Shigah (lafaz ikrar wakaf)

a. Lafaz ikrar harus berisi kata-kata yang menunjukkan kekalnya wakaf (ta’bid). Tidak sah kalau ucapan wakaf dibatasi dengan waktu tertentu.

b. Ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu.

c. Ucapan itu bersifat pasti dan jelas (sharih) yang berarti wakaf dan tidak mengandung makna lain.

d. Ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan di atas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

sumber : Infaq Dakwah Center