Utsman Bin Affan membeli sumur Milyaran Rupiah dan diwakafkan untuk kaum muslimin. Wakaf yang sudah berlangsung lebih dari 14 abad lalu itu, kabarnya masih termanfaatkan bahkan semakin berkembang hingga sekarang. Betulkah?
Sumur ini dibeli Utsman r.a. dari seorang sahabat yang bernama Raumah al-Ghifari seharga 35 ribu dirham atau setara Rp. 2.2 Milyar saat ini. Ya! Anda tidak salah baca, wakaf Sahabat Utsman bin Affan r.a. adalah Rp. 2,2 Milyar, sumur ini pun lantas diwakafkan untuk umum. Setelah lewat hampir kurang lebih 1.400 tahun, sumur ini ternyata masih bertahan. Kondisinya masih seperti sedia kala dan masih mengeluarkan air. Sumur ini sekarang dimanfaatkan Kementerian Pertanian Arab Saudi untuk mengairi perkebunan di sekitarnya (https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/17/06/06/or4kwe320-begini-penampakan-sumur-wakaf-utsman-bin-affan)
Sumber lain menyebutkan, sumur yang dibeli Utsman r.a. adalah milik yahudi, yang dengan kepintaran Utsman sebagai pebisnis, akhirnya menjadi milik kaum muslimin. Sumur ini sekarang dikelilingi kebun kurma. Kurmanya diekspor ke berbagai negara di dunia, hasilnya diberikan untuk yatim piatu, dan pendidikan. Sebagian dikembangkan menjadi hotel dan proyek proyek lainnya, sebagian lagi dimasukkan kembali kepada sebuah rekening tertua di dunia atas nama Utsman bin Affan. Hasil pengelolaan kebun kurma dan grupnya itu, hingga saat ini menghasilkan pemasukan 50 juta Riyal per tahun (atau setara 200 miliar per tahun) (https://www.panggilandarisurau.co/kisah-sumur-yahudi-dibeli-utsman-bin-affan-airnya-tiada-henti-mengalir-hingga-kini/).
Keutamaan wakaf adalah adanya sebuah visi besar yang bernama Shadaqatun Jariyah, sedekah berkelanjutan. Sebuah shadaqah yang tidak pernah berhenti, bahkan pada saat pewakaf-nya sudah meninggal. Inilah salah satu contoh berdonasi yang cerdas.
Sekarang, mari kita lihat seperti apa profile orang-orang baik (donatur) di Indonesia dalam menunaikan donasinya?
Marketing & Partenrship Manager Kitabisa.com Siti Desiree Nashifa: “Kampanye sosial seperti bantuan pengobatan, santunan kemalangan, dana pendidikan, dan pembangunan fasilitas umum merupakan salah satu jenis kampanye yang banyak dibuat dan paling diminati (http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2017/11/23/kitabisacom-berhasil-kumpulkan-donasi-hingga-rp-176-miliar-414376)”. Kitabisa.com mencatat bahwa kampanye untuk membantu keluarga / teman yang sakit adalah yang paling populer, yaitu 24% dari total seluruh donasi, diikuti oleh isu kemanusiaan (16%), dan Rumah Ibadah (10%).
Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT), kita bisa menemukan fakta menarik: dari situs web resminya (https://act.id/program), sebanyak 14 program kemanusiaan unggulan, hanya 1 program saja yang mengajak program wakaf. Bantuan kemanusiaan seperti bencana alam, bencana kemanusiaan, bantuan pembiayaan pengobatan, pemberian makanan gratis,dan sejenisnya mendominasi program kegiatan ACT. Program resmi ini tentu saja ditopang juga dengan berbagai strategi komunikasi dan pemasaran di berbagai saluran, termasuk beriklan didalamnya. Sesuai era sekarang sebagai era digital, maka strategi mirip kegiatan Internet Marketing juga niscaya sudah dijalankan.
Dominasi jenis program yang ditawarkan, tentu saja bersesuaian dengan profile donatur pada umumnya. Ini semakin mengkonfirmasi apa yang disampaikan kitabisa tadi.
Apakah langkah ini keliru? Tentu saja kita bisa berbeda pendapat. Di satu sisi, pihak yang memerlukan bantuan segera adalah nyata. Misalnya yang terkena bencana longsor, gizi buruk atau pengungsi karena bencana perang… itu semua memerlukan bantuan segera & instant. Sementara di sisi lain, adanya rumor bahwa lembaga kemanusian seperti ‘mengharap’ kemalangan, tidak bisa diabaikan. Lebih-lebih donatur juga dengan gegap-gempita akan memberikan dukungan untuk program-program bencana sosial seperti ini. Sisi yang lainnya lagi adalah dari sudut pandang donatur.
Donatur adalah orang-orang baik yang dengan keikhlasannya berkontribusi untuk terlaksananya suatu program kemanusiaan. Sebagian besar dalam bentuk uang , sebagian dalam bentuk barang. Sementara yang sampai menyediakan waktu, tenaga, pikiran,bahkan materi sekalian, biasanya disebut relawan./voluntere. Lembaga kemanusiaan adalah jangkar untuk penerima manfaat (sasaran program), donatur, relawan. Posisi penting lembaga kemanusiaan adalah memaksimalkan manfaat untuk ketiga pihak ini.
Penerima manfaat harus dipastikan menerima haknya. Relawan harus dibantu dan difasilitasi untuk memudahkan kegiatannya. Bagaimana dengan donatur? Donatur berkepentingan donasinya sampai dan termanfaatkan. Bila donatur beragama, tentu mereka berkeyakinan apa yang didonasikannya akan menjadi amal baik sesuai ajaran agamanya.
Ada konsep menarik yang bisa ditawarkan kepada donatur untuk memaksimalkan manfaat donasinya, yaitu menggunakan donasinya untuk menjadi mesin penghasil amal yang sustain/terus-menerus. Di dalam ajaran Islam, karena penulis beragama Islam, model seperti itu disebut wakaf. Produknya disebut amal jariyah. Selama wakaf dipergunakan dan termanfaatkan, maka selama itu pula donatur akan menerima amal jariyah. Bahkan setelah sang donatur meninggal. Itulah yang terjadi pada kisah wakaf sumur Utsman bin Affan di awal tulisan ini.
Bila diajukan pilihan kepada para donatur: Ingin mendapat amal hanya sekali manfaat atau mendapat manfaat berkali-kali bahkan bisa dalam jangka waktu yang lama? Secara akal sehat, tentu orang akan memilih opsi kedua. Tapi mengapa pilihan kedua ini masih kurang populer?
Disinilah Pekerjaan rumah lembaga seperti panitia/badan wakaf, yaitu mengedukasi kesadaran berwakaf dan men-design berbagai model wakaf yang beragam dan menarik. Donatur yang sudah memiliki perusahaan memang bisa me-wakafkan sebagian saham perusahaannya. Wakaf jenis ini biasanya disebut wakaf saham atau surat berharga yang ditujukan untuk memaksimalkan perolehan deviden yang akan dioptimalkan untuk memberikan manfaat bagi umat. Pengelolaan wakaf saham atau surat berharga ditujukan untuk memaksimalkan perolehan deviden (bagi hasil)..
Wakaf harus di-design benar-benar hanya sekali donatur berkontribusi tapi mendapat manfaat terus-menerus. Proyek pemberdayaan dalam bentuk mesin-mesin produksi atau barang modal, atau pembelian lahan untuk usaha pertanian, misalnya.
Barang modal yang dipakai untuk menghasilkan produk lalu produk ini menjadi penghasilan penerima manfaat, maka manfaat berulang mulai terjadi. Misalnya wakaf peralatan pembuatan susu kedelai dan tahu yang diberikan ke kelompok masyarakat dalam 1 grup kecil. Ada pembagian tugas, mulai yang belanja bahan, yang memproduksi, dan yang memasarkan. Bayangkan, sekian orang terlibat, dan setiap hari. Sungguh besar amal jariyah untuk wakif (pemberi wakaf) mesin susu & tahu ini.
Pertanyaan selanjutnya, biaya operasional lembaga dan modal kerja? Itu semua bisa menjadi komponen dalam paket wakaf. Diperlukan kegiatan training dan pendampingan juga, bukan?
Wakaf yang diterapkan di bidang industri kecil saja, akan memberikan dampak pemberdayaan yang luar biasa. Tidak menutup kemungkinan akan menumbuhkan kelas baru, masyarakat mandiri yang berkemampuan secara finansial. Kegiatan produktif ini dapat dirancang untuk menyisihkan sebagian hasilnya sebagai dana serbaguna untuk kegiatan sosial.
Semoga dengan inisiatif seperti ini, kita dapat berlaku adil kepada penerima manfaat, dan donatur/wakif. Mari kobarkan semangat berbagi, semangat memberdayakan umat. Itu juga semangat wakaf.
Ingat, umur manusia didunia ini hanya 1.5-2jam saja bila menggunakan jam akhirat (1hari akhirat=1.000 tahun dunia). Kita sangat memerlukan amalan yang pahalanya mengalir terus-menerus. Dan wakaf sebaiknya menjadi amalan andalan kita bersama.
Wallahu A’lam
Abu Faris
Praktisi Media Sosial, Permaculture Design Course Certified